Dinsdag 30 April 2013

4 Empat Teori Jurnalistik

Filosofi pers atau jurnalistik modern pertama kali ditulis dalam buku berjudul “Four Theories of The Press” karangan Sibert, Peterson, dan Schramm pada tahun 1956 dan diterbitkan oleh Universitas Illinois.
Filosofi pers tsb masih berkembang dengan munculnya teori “tanggung jawab sosial dalam komunikasi massa” yang ditulis dalam buku berjudul “Responsibility in Mass Communiacation” karangan Rivers, Schramm, dan Christian pada tahun 1980.
Bila semua dirangkum, akan didapatkan teori pers spt di bawah ini:
1. Authoritarian Theory
2. Libertarian Theory
3. Social Responsibility Theory
4. Soviet Communist Theory
Selain 4 teori jurnalistik yang telah umum di atas ada dua lagi teori tambahan. Teori tsb dikemukakan oleh Denis McQuail dalam tulisannya “Uncertainty about Audience and Organization of Mass Communications”. Teori tersebut ialah:
5. Teori Pers Pembangunan.
6. Teori Pers Partisipan Demokratik.
Di bawah ini akan dibahas teori di atas satu per satu.
1. AUTHORITARIAN Theory
Berpijak pada falsafah: membela kekuasaan absolut. Kebenaran dipercayakan hanya pada segelintir orang bijaksana yang mampu memimpin.Posisi negara jauh lebih tinggi dibanding individu.
2. LIBERTARIAN Theory.
Berpijak pada falsafah: manusia adalah mahluk rasional yang bisa membedakan baik dan buruk. Pers adalah alat, mitra untuk mencari kebenaran bukan sebagai alat pemerintah (negara). Sebaliknya dalam teori ini pers didorong untuk mengawasi pemerintah.
Berpijak atas teori ini pula lahir istilah pers sebagai pilar ke empat dalam negara demokrasi, yaitu setelah kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif. Sering dikenal dengan istilah “the fourth estate”.
Dasar pemikiran teori ini:
  • Dalam mencari kebenaran semua gagasan harus memiliki kesempatan yang sama untuk dikembangkan. Sehingga yang benar akan bertahan yang salah akan lenyap.
  • self righting process (proses menemukan sendiri kebenaran) gagasan John Milton.
  • free market ideas (kebebasan menjual gagasan).
3. SOCIAL RESPONSIBILITY Theory (Teori Pers Bertanggung Jawab Sosial).
Teori ini adalah turunan dari dua teori di atas. Teori ini bertujuan untuk mengatasi kontradiksi antara kebebasan media dan tanggung jawab sosialnya. Hal ini diformulasikan pada th 1949 dalam laoran “Commission on The Freedom of The Press” yang diketuai oleh Robert Hutchins.
Komisi ini kemudian mengajukan 5 syarat untuk dipenuhi pers yang bertanggungjawab.
  1. Media harus menyajikan berita yang dapat dipercaya, lengkap, cerdas, dan akurat. Media tidak boleh berbohong, harus memisahkan antara fakta dan opini. Lebih dari itu media harus melaporkan kebenaran.
  2. Media harus jadi forum pertukaran komentar dan kritik.
  3. Media harus memproyeksikan gambaran yang benar-benar mewakili kelompok konstituen masyarakat.
  4. Media harus menyajikan tujuan dan nilai mayarakat. Media adalah instrumen pendidikan. Media memikul tanggung jawab untuk menjelaskan cita-cita yang diperjuangkan masyarakat.
  5. Media harus menyediakan akses penuh terhadap informasi yang tersembunyi. Media harus mendistribusikan informasi secara luas.
.Amerika mulai meninggalkan teori pers libertarian dan beralih pada teori pers bertanggungjawab pada tahun 1956. Itulah kebebsan pers yang dikendaki masyarakat Amerika. Menurut Siebert Pers AS harus menjalankan 6 fungsi pokok:
  1. Melayani fungsi politik dengan menyediakan informasi ttg masalah publik pada masyarakat.
  2. Memberikan informasi pada publik.
  3. Melindungi hak individu dengan bertindak sebgai watchdog thd pemerintah.
  4. Melayani sistem ekonomi dengan mempertemukan penjual dan pembeli melalui iklan.
  5. Memberikan hiburan yang baik.
  6. Memelihara otonomi di bidang finansial agar tak terjadi ketergantungan pada kepentingan dan pengaruh tertentu. Ketergantungan media pada sponsor mengakibatkan tak independen.
Pers berdasar tanggung jawab sosial tidak saja menjamin keterwakilan mayoritas rakyat, tetapi juga memberikan jaminan atas hak golongan minoritas dan golongan oposisi. Teori pers bentanggung jawab banyak digunakan di negara yang menganut sistem ketetatanegaraan demokrasi. Di negara dimana rakyatnya mencapai tingkat kecerdasan tinggi sehingga suara mereka dapat mempengaruhi pejabat yang melayani mereka.
4. SOVIET COMMUNISM theory
Teori ini tumbuh dua tahun pasca revolusi Oktober 1917 di Russia dan berakar pada teori pers otoriatarian. Sistem pers ini memelihara pengawasan yang dilakukan pemerintah. Karena itu di negara ini yang ada adalah pers pemerintah. Saat ini yang mengacu teori pers ini adalah RRC setelah Soviet bubar. Perbedaan khusus antara teori ini dengan teori lainnya diantaranya:
  1. Dihilangkannya motif profit.
  2. Menomorduakan topikalitas. (artinya menomorduakan topik yang sedang ramai dibicarakan).
  3. Orientasinya pada perubahan masyarakat menuju masyakarat komunis. Sementara orientasi pers otoritarian ialah untuk mempertahankan status quo.
5. TEORI PERS PEMBANGUNAN
Teori ini umumnya terkait dengan teori pers dunia III yang umunya belum memiliki ciri-ciri sistem komunikasi yang telah maju. Inti teori ini adalah pers harus digunakan secara positif dalam pembangunan nasional. Preferensi diberikan pada teori yang menekankan keterlibatan akar rumput. Teori pers ini dijabarkan ke dalam beberapa prinsip di bawah:
  1. Pers harus membantu pelaksanaan pembangunan sesuai kebijakan yang ditetapkan nasional.
  2. Kebebasan pers harus terbuka bagi pembatasan sesuai dengan: 1) prioritas eonomi, 2) kebutuhan pembangunan masyarakat.
  3. Pers harus memprioritaskan isinya pada budaya dan bahasa nasional.
  4. Pers harus memprioritaskan berita dan informasi yang menghubungkan sesama negara berkembang yang berdekatan secara geografis, budaya, dan politis.
  5. Pekerja pers punya kebebasan dalam menghimpun dan menyebarkan infromasi.
  6. Negara punya hak campur tangan dalam hal membatasi, operasi media pers, sensor, pemberian subsidi dan kontrol.
6. TEORI PERS PARTISIPAN DEMOKRATIK
Teori ini lahir dalam masyarakat libaral yang sudah maju. Teori ini lahir sebagai reaksi atas komersialisasi dan monopoli media oleh swasta.Kedua, sebagai reaksi atas sentralisme dan birokratisasi siaran publik. Teori ini juga mencerminkan kekecewaan terhadap partai politik yang mapan dan sistem perwakilan yang tak mengakar rumput lagi. Teori ini menyukai keserbaragaman, skala kecil, lokalitas, de-institusionalisasi, kesetaraan dalam masyarakat, dan interaksi.
Konsep pers partisipan demokratik hampir sama dengan konsep “jurnalisme publik” yang saat ini sedang mengemuka.

Geen opmerkings nie:

Plaas 'n opmerking